Stigma negatif masyarakat terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA) masih sangat kuat. Perlakuan itu membuat mereka justru kehilangan semangat hidup.
Padahal, keoptimistisan hidup ODHA bisa mendongkrak kekebalan tubuh (imunitas). Lantas bagaimana ODHA bisa mendongkrak tingkat imunitasnya? Berikut laporannya.
BONITA Christian (68) mengisap rokoknya dalam-dalam. Dia tampak begitu gembira malam itu, menyaksikan pentas dangdut yang rutin digelar di taman hiburan Wonderia, Semarang. Berbalut busana hitam seksi, dia asyik berjoget, bernyanyi, dan tertawa lepas bersama teman-temannya. Seolah tanpa beban.
Ya, begitulah cara Bonita melepas penat raga dan pikiran. Dia sepertinya tak ingin memikirkan, apalagi merasa terbebani, dengan statusnya sebagai ODHA. Bonita yang sekarang, jauh berbeda dengan Bonita lima tahun yang lalu. Sejak divonis terkena AIDS, hidupnya berubah 180 derajat. Bonita tak lagi minum minuman keras, menjadi pengguna dan pengedar narkoba, atau berhubungan seks dengan para pelanggannya.
“Saya sekarang menjalani hidup sehat. Saya sudah mengurangi keluar malam. Dan yang paling penting, sejak memeluk agama saya merasa semakin dekat dengan Tuhan Yesus, karena dialah juru selamat manusia,” katanya.
Jauh sebelum divonis mengidap AIDS, Bonita adalah pekerja seks bebas. Dia yang lahir 5 Mei 1942 di Bangka Belitung itu menghabiskan masa kecilnya di jalanan, tempat prostitusi, bahkan sempat beberapa kali kumpul kebo dengan sesama jenis.
Sejak umur 11 tahun, hidupnya tak pernah jauh dari minuman keras, narkoba, free sex, bahkan tindakan kriminal seperti merampas uang pelanggan dan mengedarkan narkoba. “Dulu saya tak punya agama, tak kenal Tuhan. Ibu meninggal ketika saya umur 11 tahun. Saya sering merampas uang laki-laki, karena dendam pada ayah yang tak pernah mengakui saya sebagai anak,” kisahnya.
Puluhan tahun waria yang bernama asli Faung Bongiok itu menjalani hidup tanpa arah dan merantau di 14 provinsi. Dia mengaku sempat drop, bahkan ingin bunuh diri dengan minum racun dan minum-minuman keras sebanyak-banyaknya hingga paru-parunya sakit, ketika vonis AIDS itu didengarnya pada 7 April 2006. Dia juga sempat diusir dari tempat tinggalnya di Semarang, bahkan tidak ada satu pun tempat kerja yang mau menerimanya sebagai pegawai, ketika ia membuka status ODHA yang disandangnya.
“Untung saya bisa meyakinkan masyarakat di lingkungan tempat saya tinggal soal AIDS. Lagi pula saya sudah benar-benar berubah, tidak seperti dulu,” tuturnya.
CD4 Meningkat
Keberhasilan Bonita mengubah pola hidup dan menjauhi stres, ternyata membawa dampak besar bagi kesehatan tubuh. Bahkan sistem imunisasi tubuh, yakni kadar sel limfosit (CD4) di tubuhnya mencapai 1.243 pada September 2009. Awal setelah terdeteksi AIDS, kadar CD4-nya 378, lalu meningkat jadi 470, 539, dan 839. CD4-nya sempat turun 320 pada 2007 karena stres. Lalu pada 2008, meningkat lagi hingga 1.022.
“Kata dokter, kalau CD4 sudah lebih dari 1.000, disarankan periksa setahun sekali. Bahkan yang dulunya saya AIDS stadium tiga, sekarang jadi stadium satu. Saya juga tak pernah ada sariawan di mulut seperti penderita lainnya,” ujarnya.
Menurut Bonita yang kini mencari penghasilan dengan mengamen itu, tiap pagi setelah bangun tidur dia menjalani rutinitas yakni sikat gigi, berdoa, lalu olahraga sekitar 15 menit, mandi, minum susu, kemudian mengamen pukul 06.30-09.30. Setelah aktivitasnya selesai, Bonita kembali ke rumah dan bercengkerama dengan teman, lalu istirahat siang.
“Selain minum antiretroviral (ARV) dua kali sehari tiap pagi dan sore, saya juga minum obat herbal yang bisa menambah nafsu makan,” imbuhnya.
Wati (33), salah seorang ODHA yang juga teman Bonita, juga mengalami kenaikan CD4 hingga 1.208 setelah menjalani terapi dan mengubah gaya hidup, serta tidak mengonsumsi makanan sembarangan. Pertama kali terapi, CD4-nya hanya 275, lalu naik menjadi 421. Karena kondisi tubuh dan pikiran yang berangsur membaik, angka CD4 naik lagi jadi 621.
“Fantastis. Sekarang saya sampai di angka 1.208, melebihi kadar CD4 orang sehat. Meski begitu, saya tetap rajin menjalani terapi setiap bulan. Obat yang saya minum sama dengan Bonita, hanya beda dosis,’’ jelas dia.
Waria kelahiran Jakarta, 18 Agustus 1967 ini, mengaku selama proses pertobatan dia sempat diuji oleh Tuhan. Di lehernya ada benjolan kelenjar getah bening sebesar biji jagung dan terasa gatal. Beruntung, dokter dari Graha Martha memberikan terapi ARV hingga benjolannya hilang. “Sebelum pergi ke klinik VCT untuk tes HIV/AIDS, saya menderita diare dan demam berkepanjangan pada akhir 2005. Waktu itu pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS masih sangat minim,” kata dia.
Aspek psikologis memang sangat berpengaruh bagi ODHA. Hasil penelitian menunjukkan, stres bisa menurunkan ketahanan tubuh dan memengaruhi metabolisme jaringan yang akan meningkatkan ROS (reverse oxygen species). ROS akan merangsang perusakan tubuh, termasuk sel CD4.
“Mekanisme inilah yang diduga menyebabkan orang yang baru saja terdiagnosa AIDS, kadar CD4-nya turun drastis,” kata dr Budi Laksono MKespro.
Dokter yang baru dua bulan mendampingi Bonita menjalani pengobatan herbal itu menjelaskan, stres bisa menyebabkan pola makan, istirahat, kerja, dan lain-lain terganggu, sehingga mengakibatkan ROS tinggi. Dengan mengatur stres, maka HIV/AIDS bisa ditekan maksimal. Selain itu, doa, tawakal, kepasrahan, dan ikhtiar juga menjadi pemicu ODHA menjadi lebih sehat.
Budi mengindikasi, Bonita termasuk salah satu kasus unik dalam HIV/AIDS. Sebab jika melihat gaya hidupnya, diperkirakan dia terkena AIDS jauh sebelum memeriksakan diri ke klinik VCT pada 27 September 2005. “Daya tahan tubuhnya luar biasa. Kalau orang normal paling-paling kadar CD4-nya 800. Bahkan saya sedang mengusulkan agar genetikanya diperiksa, untuk diteliti lebih lanjut apakah ada kelainan yang luar biasa,” ujarnya.
Secara psikis, tubuh ODHA sangat rentan mengalami gangguan. Padahal, berperan menjadi orang sehat dan tetap produktif dapat mencegah laju perkembangan HIV/AIDS. Persoalannya, untuk mengasumsikan diri sebagai orang sehat, ODHA dituntut mampu memandang positif masyarakat terhadap dirinya.
“Selain menghindari stres, ODHA juga harus mengonsumsi makanan bergizi, rutin berolahraga, menjaga kebersihan, mencegah infeksi tubuh seperti flu, penyakit kulit, dan stomatitis, minum obat ARV, dan mengonsumsi suplemen seperti obat herbal,” terang ketua Klinik VCT PMI Kota Semarang itu.
Ketua Tim HIV/AIDS RSUP Dr Kariadi, dr Muchlis Achsan Udji Sofro SpPD KPTI menyatakan, memang sangat jarang ODHA bisa memiliki kadar CD4 hingga 1.000 lebih. Namun kadar CD4 1.200 masih dalam batas normal, karena batas CD4 manusia adalah 400-1.400. Meski kadar CD4 lebih dari 1.000, bukan berarti penyakit AIDS bisa hilang. Penyakit ini akan terus ada dalam tubuh ODHA untuk seumur hidup, sama halnya dengan diabetes mellitus yang tidak pernah bisa sembuh.
“Beberapa pasien ODHA ada yang memiliki CD4 lebih dari 1.000. Itu karena mereka mengubah pola hidup, pasrah, tidak stres, dan banyak makan makanan bergizi,” tandasnya. (Fani Ayudea, Fista Novianti-65)