Djoko Pasiro, Penemu Listrik Tenaga Gravitasi [Orang Indonesia ASLI]

Lebih Dekat dengan Djoko Pasiro, sang Penemu Listrik Tenaga Gravitasi (1)
Eksperimen Sejak 1980-an, Habiskan Rp 65 Juta

Semula, Djoko Pasiro mungkin bukan siapa-siapa. Dia hanya tukang servis barang-barang elektronik. Namun, sejak dia menemukan listrik tenaga gravitasi namanya mulai dikenal. Dan, kini dia mulai banyak diperhitungkan.


MENYANDANG predikat sebagai lulusan STM (jurusan elektronik), Djoko-sapaan akrabnya-mungkin tidak bisa membanggakan diri. Sebab, dia hanya lulusan pendidikan menengah yang cenderung dipandang sebelah mata.


Tapi, siapa sangka jika di balik itu tersimpan potensi besar pada diri Djoko. Dia bukan saja mampu mengaplikasikan ilmunya saat didapat dari bangku sekolah dulu (sekitar tahun 1987), namun lebih dari itu Djoko juga punya kemampuan terpendam.


Tak heran, sampai-sampai Bupati Pamekasan Kholilurrahman menyebutnya sebagai mutiara terpendam. Hal itu seakan semakin dibenarkan dengan sikap Djoko yang kalem dan santun. Kesederhanaan juga sangat tampak dalam kesehariannya.


Tinggal di sebuah gang dengan rumah apa adanya, tak membuat Djoko mati kreatifitas. Dari rumahnya yang terlihat (maaf) kumuh, dia mampu melahirkan ide-ide teknologi terapan. Dari tempat tinggal sederhananya itu pula dia mampu bereksperimen sebuah teknologi.


Dari keterangannya, Djoko lahir di Pontianak 40 tahun silam. Ketika itu, orang tuanya yang anggota polisi memang bertugas di Pontianak selama beberapa tahun. "Tapi, saya kecil sampai besar di Pamekasan," tuturnya kalem.


Djoko mengakui, sejak kecil memang suka dengan elektronika dan mesin. Itu dibuktikan dengan keberaniannya sejak SD mengotak-atik barang-barang elektronik milik keluarganya.


"Sejak kecil sudah penasaran dengan lampu sepeda pancal yang menempel pada roda. Menurut saya ketika itu, bagaimana bisa hanya dengan alat pemutar sederhana bisa menjadi lampu," katanya.


Bakatnya mulai makin terlihat ketika Djoko masuk usia SMP. Ketika itu, dia makin sering mengotak-atik barang elektronik seperti radio, TV, dan lainnya. "Sejak STM saya sudah bisa menyervis radio maupun TV. Sejak itu pula saya mengenal banyak ilmu elektro," ungkapnya.


"Bahkan, guru saya di STM saja sering membawa TV ke rumah untuk diperbaiki. Itu karena mungkin melihat bakat saya," imbuhnya.


Pada saat kelas 2 STM, Djoko mengaku sudah bisa merangkai parabola manual. "Ketika itu memang yang ada hanya manual. Digital itu kan baru-baru ini," terangnya.


Puncaknya ketika lulus STM. Keinginannya untuk mengembangkan teknologi semakin menjadi. Termasuk, dalam menjawab rasa penasarannya melihat lampu sepeda pancal yang digerakkan hanya dengan pemutar sederhana saat SD.


"Sejak akhir 80-an saya mulai berpikir tentang mekanik gravitasi. Tapi sering terkendala. Sebab, saya juga harus melayani servis elektronik dan mesin warga yang datang," katanya.


Meski sibuk dengan pekerjaan sebagai tukang servis, Djoko tetap berpikir tentang bagaimana caranya membuat energi dengan gravitasi. "Bertahun-tahun saya tinggalkan eksperimen. Baru pada akhir 1990-an saya mulai mencoba lagi," tuturnya.


Dan, pada 2004 silam, Djoko mulai bereksperimen dengan banyak teknologi. Salah satunya membuat mobil listrik. Ketika itu dia menjalin kerjasama dengan salah satu sekolah teknik di Sampang.


"Contoh mobil listriknya sudah jalan dan pernah dicoba di area Monumen Arek Lancor. Namun karena konsensus tidak jelas, akhirnya saya hentikan. Bahkan, ketika itu sudah sampai dikirim ke Jakarta oleh sekolah tersebut untuk dikembangkan di Depdiknas," terangnya.


Dari pembuatan mobil listrik inilah muncul ide Djoko membuat teknologi baru agar menghasilkan energi. "Sejak itu memang saya konsentrasi menciptakan energi mekanik gravitasi. Upaya itu butuh kesabaran. Sebab, baru sekitar 2008 berhasil. Dan, ketika itu sudah ada teman mengupayakan pengembangan ke Jogjakarta. Tapi gagal karena saya dirugikan," ungkapnya.


Djoko mengakui, untuk bisa menghasilkan energi listrik tenaga mekanik gravitasi tak terhitung biaya yang sudah keluar. "Seingat saya, sampai akhirnya sukses tak kurang dari Rp 65 juta habis. Itu hanya untuk biaya eksperimen," tuturnya.

Lebih Dekat dengan Djoko Pasiro, Sang Penemu Listrik Tenaga Gravitasi (2-Habis)
Buat Helikopter dari Mesin Vespa, Tekuni Filosofi Einstein



Djoko Pasiro tidak pernah puas dengan suatu karya. Dia tidak hanya bereksperimen tenaga listrik tenaga gravitasi saja. Ada banyak karya lain yang pernah dan sedang dikembangkan. Apa saja?

BAGI orang yang baru kali pertama bertemu, Djoko terkesan kurang meyakinkan. Namun, ketika dia mulai bicara soal sebuah temuan dan karya berbasis teknologi, kemampuan dan kelebihannya mulai tampak.

Begitu pula kesan pertama saat Djoko bertemu Bupati Pamekasan Kholilurrahman pada Senin 2 Februari lalu. Penampilannya yang kalem dan sederhana sempat membuat sejumlah wartawan melihat sebelah mata. Namun, itu tidak berlangsung lama.

Ketika bapak dua anak itu mulai mengenalkan temuannya, dia terlihat meyakinkan. Djoko juga tidak segan untuk menjelaskan dengan bahasa teori yang ilmiah. Seperti dengan penjelasan yang sedikit berbau fisika.

Bahkan, dia juga tak segan berbicara secara teoritik tekstual. Sejumlah wartawan sampai kebingungan sendiri saat Djoko menjelaskan temuannya itu. "Sedikit banyak saya tahu rumus-rumus fisika modern, " ujarnya sambil melirik bupati.

Dari penjelasannya kepada wartawan, Djoko mengaku tidak hanya mengembangkan tenaga listrik gravitasi. Dia juga tengah dan akan terus mengembangkan sejumlah temuan. Misalnya, pembuatan kompor tanpa BBM (bahan bakar minyak), mobil listrik, micro helikopter hingga kapal layang.

Namun, dari sekian garapannya Djoko masih konsentrasi pada pengembangan penemuan energi listrik tenaga grativitasi. "Lainnya hanya bersifat pengembangan. Semua itu sudah pernah uji coba dan hanya bergantung kepada modal saja. Kalau punya modal, kapan saja bisa buat, " terangnya.

Pembuatan kompor tanpa BBM, misalnya. Menurut Djoko, cara kerjanya sangat sederhanya, mirip-mirip dengan energi listrik tenaga gravitasi. "Secara prinsip hampir sama, yakni mengandalkan kumparan untuk mengubah energi listrik menjadi energi panas, " katanya.

Sedangkan mobil listrik, micro helikopter, dan kapal layang diakui juga sudah pernah diujicobakan. "Untuk mobil listrik yang pernah kerjasama dengan salah satu STM di Sampang itu. Begitu juga helikopter. Ini juga sudah pernah uji coba di Batuan, Sumenep, dua tahun lalu, " ungkapnya.

Ditanya secara mendalam tentang cara kerja micro helikopter, Djoko secara gamblang memberikan penjelasan. Menurut dia, pembuatannya memang cukup rumit. Sebab, harus menggunakan rotor khusus yang fleksibel.

"Helikopter itu kan kekuatannya pada rotor. Rotor yang bisa mengangkat badan, membelokkan bodi, dan maju mundur maupun turun naik, " terangnya.

Untuk bisa membuat micro helikopter, Djoko mengaku hanya membutuhkan biaya sekitar Rp 5 juta. Itu digunakan untuk membeli mesin vespa baru, membuat baling-baling dari baja, kerangka dari besi khusus cor-coran, maupun panel. "Tapi, itu di luar biaya kerja lho, " katanya lalu tersenyum.

Apa yang mendasari Djoko bisa bereksperimen tentang teknologi? Menurutnya, teknologi bisa ditemukan dan dikembangkan sesuai kemampuan manusia. Itu bergantung kepada kemauan dan kerja keras dari masing-masing pribadi.

"Saya percaya semua upaya pasti akan menghasilkan sesuatu. Termasuk, dalam hal teknologi. Einstein (Albert Einstein,Red) saja sukses setelah gagal, tetapi terus berusaha, " ujarnya.

Djoko menambahkan, untuk pengembangan teknologi juga dibutuhkan biaya besar. Selain itu, diperlukan keseriusan untuk mengembangkannya. "Saya saja, biaya eksperimen itu tidak langsung dalam jumlah besar. Saya kumpulkan uang hasil servis bertahun-tahun baru sukses kembangkan energi listrik tenaga gravitasi," pungkasnya. (mat)

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

PAMEKASAN, SELASA—Setelah pembangkit listrik Jodhipati buatan Djoko Suprapto, kini giliran pembangkit listrik tenaga gravitasi yang kini mulai membuat heboh. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan, Madura, Jawa Timur, bahkan memastikan akan membantu pengurusan paten penemuan energi listrik tenaga gravitasi oleh Djoko Pasiro (40) warga Kampung Pongkoran, Kelurahan Gladak Anyar, Kecamatan Kota, Pamekasan itu.

"Kami akan membantu mengurus semua kelengkapan administrasinya untuk mendapatkan hak paten atas temuan Pak Djoko ini," kata Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan Sumberdaya Manusia Pemkab, Drs. Abd Razak Bahman, Selasa (3/2).

Bahkan, kata mantan Kabag Kesra itu, Pemkab juga akan menyediakan dana khusus dari APBD. Sebab penemuan energi listrik tenaga gravitasi Djoko Pasiro tersebut juga merupakan aset bagi pemerintah daerah dan warga Madura pada umumnya.

"Kalau dimanfaatkan secara optimal dengan modal yang cukup, saya yakin di Madura, khususnya di Pamekasan tidak akan pernah kekurangan energi listrik," katanya.

Dalam penemuannya, Djoko mengandalkan gravitasi bumi untuk menghasilkan energi listrik. Energi listrik tersebut murni berasal dari kekuatan alam dan tidak ada bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan untuk menggerakkan mekanik penarik dinamo generator.

Menurut Abd Razak Bahman, temuan Djoko Pasiro tersebut, memang murni merupakan temuan teknologi canggih, bukan rekayasa sebagaimana pernah terjadi di daerah lain. Hal itu setelah Pemkab dan Bupati Pamekasan meninjau langsung ke rumah Djoko Pasiro, Senin (2/2).

"Dari hasil kunjungan itulah bupati lalu memerintahkan kami untuk menguruskan hak paten hasil kekayaan intelektual Pak Siro ini. Sekaligus dengan dananya. Sebab dia sendiri merasa kesulitan untuk mengurusnya," katanya.

Temuan energi listrik tenaga gravitasi yang spektakuler warga Kelurahan Gladak Anyar itu, kini sudah dimanfaatkan penerangan kebutuhan listrik di rumahnya dan tetangga sekitar Djoko Pasiro di Kampung Patemun. Terkait penemuannya itu, Djoko menyatakan kesiapannya diuji secara ilmiah.

Bahkan warga yang kesehariannya bekerja sebagai tukang servis elektronik itu juga mengaku pernah mempresentasikan penemuannya itu di Yogyakarta di sebuah lembaga penelitian teknologi. Bahkan ketika itu temuan Djoko tersebut sudah ditawar Rp5 miliar, tapi lulusan Sekolah Teknik Mesin (STM) Pamekasan itu menolak dengan alasan ingin mengembangkannya di Madura.

"Dengan uang sejumlah itu saya bisa membeli rumah baru dan fasilitas lainnya, tapi saya tetap merasa rugi. Sebab saya seolah tidak punya temuan, karena menjadi milik orang lain," terangnya.

Menurut Djoko Pasiro, temuan itu merupakan hasil penelitian yang ia lakukan selama puluhan tahun, sejak belajar di bangku sekolah.

"Saya bersedia menjelaskan secara ilmiah dan mempraktekkan ke publik nantinya apabila temuan saya sudah memiliki hak cipta," katanya menjelaskan.

Selain akan menguruskan hak patennya, Pemkab juga berjanji akan membantu Djoko untuk mencarikan investor nantinya.

"Kami berharap, kalaupun nanti sudah ada investor setelah ada hak paten, pengembangan lebih lanjut tetap di Pamekasan. Sehingga, kalau harus diproduksi masal, pabriknya harus di sini," kata Bupati Pamekasan Kholilurrahman.

Menurut Djoko Pasiro, pihaknya sudah menyiapkan tujuh tipe dari temuannya itu dan semuanya sudah dihitung secara ilmiah. Masing-masing tipe menunjukkan besarnya watt yang akan dihasilkan. Yakni antara 2.500 watt untuk hingga ribuan megawatt dengan biaya sekitar Rp 15 juta hingga ratusan juta rupiah bergantung pada tipe masing-masing.

"Kalau tipe yang menghasilkan 2.500 watt seperti yang sudah saya coba itu hanya Rp15 juta. Tapi kalo hingga tipe yang ribuan megawatt tentunya kisaran ratusan juta," terangnya.